Artikel mengenai proses pembuatan batik di kabupaten pati
Blog Batik — No Comments
18
Dec 10

AKAR BUDAYA BATIK BAKARAN
Bakaran adalah sebuah desa yang ada di kecamatan Juwana kabupaten Pati.
Desa ini ada 2 yakni Bakaran Wetan dan Bakaran Kulon. Saat ini, desa
Bakaran mampu menjadi ikon Pati yaitu dengan karya budaya masyarakat.
Banyak budaya ditemukan di Juwana, terutama didaerah ini, sehingga
masyarakat menjulikinya daerah seni budaya. Salah satu karya budaya
masyarakat yang mampu menjadi perhatian masyarakat luas adalah karya
batik tulisnya.
Karya batik ini juga mampu mengangkat citra daerah. Seni batik bakaran
ini berjalan sejak zaman majapahit yaitu antara abad 14 sampai sekarang.
Dan sampai saat ini corak batik bakaran sangat khas dan unik yang
motifnya sangat berbeda dengan batik-batik lain walaupun asal mulanya
dari budaya batik yang sama yaitu budaya keraton. Hal ini disebabkan
karena sudah terjadi perpaduan kebudayaan pedalaman dan pesisir yang
akhirnya karya masyarakat ini sangat unik.
MOTIF BATIK TULIS BAKARAN BERDASARKAN GEOGRAFIS DAN FILOSOFis. Motif
batik tulis Bakaran bila dilihat dari segi warna mempunyai mempunyai
ciri tersendiri, yaitu warna yang mendominasi batik Bakaran Wetan adalah
hitam dan coklat. Unsur corak/motifnya beraliran pada corak motif batik
Tengahan dan bathik Pesisir. Aliran Tengahan, karena yang
memperkenalkan batik tulis pada wilayah Desa Bakaran adalah dari
kalangan kerajaan Majapahit. Dan Jenis motif tengahan ini diindikasikan
pada corak batik. Padas Gempal, Gringsing, Bregat Ireng, Sido Mukti,
Sido Rukun, Namtikar, Limanan, Blebak Kopik, Merak Ngigel, Nogo Royo,
Gandrung, Rawan,Truntum, Megel Ati, Liris, Blebak Duri, Kawung Tanjung,
Kopi Pecah, Manggaran, Kedele Kecer, Puspo Baskora, ungker Cantel,
blebak lung. Dan beberapa motif tengahan yang lain.
Sedangkan beraliran batik tulis pesisir karena secara geografis letak
wilayah Desa tersebut memang terdapat dipesisir pantai dan aliran
pesisir ini diindikasikan pada motif batik tulis, blebak Urang, loek
Chan. Dan beberapa motif pesisir yang lain corak tersebut pada umumnya
berbeda dengan corak batik daerah lain, baik dari segi gambar, ornament
maupun warnanya. Serta pada setiap motif mempunyai makna yang sangat
filosofis.
Sejarah Masyarakat
Keterampilan membatik tulis bakaran di Desa Bakaran Wetan itu punya
sejarah yang melegenda. Keterampilan itu tak lepas dari buah didikan Nyi
Banoewati, penjaga museum pusaka dan pembuat seragam prajurit pada
akhir Kerajaan Majapahit abad ke-14.
Waktu itu, Kerajaan Majapahit diambang keruntuhannya karena wilayahnya
sudah hampir dikuasahi oleh kerajaan Islam Demak Bintoro. Nyai Banoewati
adalah salah seorang abdi dalem yang sudah memeluk agama Islam. Yang
saat itu warga keraton sangat melarang keras warganya untuk beragama
Islam. Akhirnya Sang abdi dalem ini ketahuan dan melarikan untuk
menyelamatkan diri dari hukuman raja dan sergapan prajurit.
Nyi Banoewati bersama tiga saudaranya, yaitu Ki Dukut, Ki Truno, dan Ki
Dalang Becak, perempuan yang konon berparas ayu itu pergi menyusuri
pantai utara Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Nyi Banoewati dan dua
saudaranya berpisah dengan Ki Dalang Becak. Ia melanjutkan perjalanan
hingga ke kawasan rawa-rawa yang penuh pohon druju atau sejenis semak
berduri, sedang Ki Dalang Becak menetap di Tuban.
Bersama Ki Dukut, Nyi Banoewati membuka lahan di daerah rawa-rawa itu
sebagai tempat tiras pandelikan atau tempat persembunyian. Lantaran Ki
Dukut itu seorang lelaki, ia mampu membuka lahan yang sangat luas,
sedangkan lahan Nyi Banoewati sempit.
Tak kurang akal, Nyi Banoewati mengadakan perjanjian dengan Ki Dukut. Ia
meminta sebagian lahan Ki Dukut dengan cara menentukan batas lahan
melalui debu hasil bakaran yang terjatuh di jarak terjauh.
Ki Dukut menyetujui usulan itu. Jadilah kawasan Nyi Banoewati lebih luas
sehingga sebagian kawasan diberikan kepada Kek Truno yang tidak mau
babat alas. Daerah milik Nyi Banoewati dinamai Bakaran Wetan, sedang
milik Kek Truno bernama Bakaran Kulon.
Adapun Ki Dukut yang kawasannya sangat sempit itu menamakan daerah itu
Pedukuhan Alit atau Dukutalit. Ketiga desa itu sampai sekarang tetap ada
dan saling berbatasan satu dengan yang lain. Secara lebih luas lagi,
kawasan itu dikenal sebagai Drujuwana (hutan druju) atau Juwana.
Di Bakaran Wetan itulah Nyi Danowati membangun permukiman baru. Sejumlah
warga yang semula tidak mau menempati daerah berawa-rawa itu mulai
tertarik membangun permukiman di sekitar rumah Nyi Banoewati.
Nyi Banoewati / Nyai Ageng Siti Sabirah (begitu masyarakat menyebutnya)
mendirikan masjid tanpa mihrab supaya tidak diketahui prajurit Majapahit
yang disebut Sigit. Di pendopo dan pelataran Sigit itulah Nyi Danowati
melaksanakan aktifitas agamanya dan mengajar warga membatik., motif
batik yang diajarkan Nyi Banoewati adalah motif batik Majapahit.
Misalnya, sekar jagat, padas gempal, magel ati, dan limaran.
”Motif khusus yang diciptakan Nyi Baneowati sendiri adalah motif
gandrung. Motif itu terinspirasi dari pertemuan dengan Joko Pakuwon,
kekasihnya, di tiras pandelikan,” katanya.
Waktu itu Joko Pakuwon berhasil menemukan Nyi Banoewati. Kedatangan Joko
Pakuwon membuat Nyi Banoewati yang sedang membatik melonjak gembira
sehingga secara tidak sengaja tangan Nyi Banoewati mencoret kain batik
dengan canting berisi malam, yang memang saat itu aktifitasnya
disibukkan dengan membatik.
Coretan itu membentuk motif garis-garis pendek. Di sela-sela waktunya,
Nyi Banoewati menyempurnakan garis-garis itu menjadi motif garis silang
yang melambangkan kegandrungan atau kerinduan yang tidak terobati.
motif-motif khas itu perlu mendapat perlakuan khusus dalam pewarnaan.
Pewarnanya pun harus menggunakan bahan-bahan alami. Misalnya, kulit
pohon tingi yang menghasilkan warna coklat, kayu tegoran warna kuning,
dan akar kudu warna sawo matang.
Sayangnya, bahan-bahan pewarna itu sudah sulit ditemui. Waktu itu, batik
bakaran menjadi komoditas perdagangan antarpulau melalui Pelabuhan
Juwana dan menjadi tren pakaian para pejabat Kawedanan Juwana. Meskipun
kesulitan bahan pewarna, batik tulis bakaran banyak peminat. Saat ini
warga Bakaran selain melestarikan motif Nyi Banoewati, mereka juga
mengembangkan aneka macam motif kontemporer, antara lain motif pohon
druju (juwana), gelombang cinta, kedele kecer, jambu alas, dan blebak
urang.
Ada beberapa proses, dan teknik dalam pembuatan batik bakaran, yakni
mulai dari nggirah, nyimplong, ngering, nerusi, nembok, medel, nyolet,
mbironi, nyogo, dan nglorod. Proses ini bertahap mulai tahap pertama
sampai terakhir. Bila sudah selesai maka corak batik sudah bisa
dinikmati. Tahapan-tahapan tersebut dikerjakan perajin secara manual
tanpa ada alat-alat baru seperti cap, printing, sablon dsb.
Proses Pembatikan
Menurut tutur masyarakat dulu nyai ageng Sabirah dan para perajin
sekitar sebelum pembatikan melakukan ritual dulu. Ada yang puasa 3 hari,
ada yang satu minggu, ada yang satu bulan ada yang 40 hari. Setelah
melakukan puasa ini perajin melakukan pertapaan/ nyep dengan tujuan
mendapatkan inspirasi/ ilham, sehingga suatu ketika atau secara
tiba-tiba tidak tersadari mendapat gambaran/ bayangan motif batik yang
akan dibuat. Biasanya motif tersebut menggambarkan kondisi masyarakat
yang ada dan memberikan pesan moral pada masyarakat. Dan ada juga
menunjukkan latar belakang si perajin itu sendiri. Jadi setiap motif
batik ada maksud dan tujuan yang diharapkan pembatik. Atau ada
pesan-pesan yang terkandung didalam motif tersebut. Diantara prosesnya
adalah;
1. Proses pendesainan. Proses ini adalah membuat gambar motif di kertas sebelum digambar di kain.
2. Pengekuman kain. Kain sebelum digambari dan dicantingi, ini di rendam
dulu dengan lerak. Dengan tujuan agar nanti setelah diwarnai tidak akan
pudar/ Penggambaran dikain. Yakni menuangkan gambar yang sebelumnya
digambar dikertas. Gambar ini sebagai motif batik yang diinginkan.
3. Pencantingan. Kemudian setelah digambar, kain dicantingi sesuai desain gambar kain.
4. Nerusi. Nerusi ini memberikan titik-titik pada motif.
5. Nemboki. Setelah decanting dengan malam, kain ditembok dengan malam
penuh. Penembokan kain ini untuk membuat motif retak/ motif remek pada
kain. Motif remek ini mencirikan kekhasan batik bakaran.
6. Medel. Medel ini adalah mbironi/ memberi warna biru pada kain. Medel
ini adalah nyelup (merendam kain dalam air yang sudah diberi warna
sampai beberapa kali)
7. Pencoletan. Pencoletan ini merupakan pemberian warna bervariasi, ada yang setelah diwedel ada yang langsung.
8. Nyogo. Nyogo adalah pemberian warna sogo. Warna sogo bakaran adalah
warna cokelat klassik. Warna ini merupakan warna klasikknya bakaran.
Diantara warna klasiiknya bakaran adalah warna putih, hitam dan cokelat.
9. Setelah pewarnaan selesai, kain diberi obat pengunci warna supaya tidak luntur atau pudar warnanya.
10. Langkah terakhir adalah Ngolrod. Melorod atau menghilangkan malam
pada kain yang sudah terwarna. Pelorodan ini dengan menggodok kain di
air yang mendidih yang sudah dikasih obat pelorodan.
11. Setelah dilorod kain dikeringkan dan sudah bisa dinikmati motifnya.
“ BATIK YUWANA “
BATIK TULIS BAKARAN PATI
(sebuah corak budaya pesisir)
Batik bakaran ini sudah eksis sejak zaman Majapahit pada abad 14 m
yang lalu. Ceritanya, seni tangan ini dikembangkan oleh sang abdi dalem
dari keraton yang bertugas merawat gedung pusaka yang mempunyai keahlian
membatik untuk keperluan gedung pusaka itu. ”Banoewati” adalah nama
dari sang abdi dalem tersebut.
Sang abdi ini bersama ketiga bersaudara (ki dalang, kidukut, ki
truno) melarikan menyelamatkan diri menyusuri pantai utara kearah barat
atas desakan raja dan prajuri karena saat itu seluruh warga keraton
Majapahit dilarang memeluk Islam. Dalam pelarian ini sampailah pada
suatu daerah, yakni Juwana tepatnaya didesa Bakaran. Didesa inilah nyii
Banoewati atau nyai Sabirah – warga setempat menyebutnya – tinggal dan
mengembangkan keahlian membatiknya. Sehingga sampai pada saat ini batik
berkembang dibakaran dan sebagai ikon Pati.
Batik bakaran sudah terpatenkan
Batik ini merupakan wujud ekspresi masyarakat pesisir pati. Sehingga
corak motifnya memperlihatkan karakter masyarakat. Tergolong ada 2 jenis
motif batik bakaran, yakni motif klassik dan motif terkini/ modern.
Motif klassik adalah batik yang motifnya abstrak dan berupa
simbol-simbol yang mempunyai cerita unik dalam pembuatannya. Batik
klassiknya bakaran adalah berwarna antara hitam, putih dan cokelat.
Yang kedua motif modern yang ciri khasnya adalah motif aktual berupa
bunga, ikan,air, pohon dsb, yang warnanya bervariasi yang merupakan
hasil inovasi masyarakat. Yang menjadi khasnya lagi batik bakaran adalah
motif “retak atau remek”. Batik ini teknik perajinannya adalah sangat
tradisional sekali, diantara teknik dan prosesnya adalah nggirah,
nyimplong, ngering, nerusi, nembok, medel, mbironi, nyogo, dan nglorod.
Sekarang ini batik bakaran sudah ada yang dipatenkan oleh Ditjen HAKI
sebagi motif batik milik pati. Terhitung semuanya berjumlah 17 motif
yang terpatenkan. Ke17 motif itu semuanya adalah motif klassik.
Diantaranya adalah, motif blebak kopik, rawan, liris, kopi pecah,
truntum, gringsing, sidomukti, sidorukun, dan limaran, dan lain
sebagainya.
”Batik Yuwana”
Melayani motif yang tersedia, motif klassik dan terkini.
Kualitas terjamin, seni tinggi, menerima pesanan, desain, memberikan
pelatihan, menerima konsultasi perbatikan, memberikan informasi, dan
lain-lain. Bila bapak, ibu, saudara semua , pecinta dan penikmat batik
ingin mencari info, silahkan datang ke CENTRA : DS. BAKARAN WETAN DAN
BAKARAN KULON JUWANA PATI / kontak, “batik yuwana”.
Kontak : irham.yuwanamu@gmail.com , / Hp. : 085310738945 (Irham)
(fb: batik tulis bakaran juwana : batikcanting.mbakaran@gmail.com)
Photo dan artikel kiriman dari irham di langgenharjo rt.08/02 Juwana Pati